Monday 7 January 2019

Solo Traveling to Malaysia

Prolog
Beberapa bulan yang lalu saya melakukan solo traveling ke negeri seberang, Malaysia. Tepatnya pada akhir bulan mei 2018, bertepatan dengan bulan puasa. Sebenarnya sudah ada niatan dari awal untuk segara menulis bagaimana kurang serunya solo traveling saya di negeri jaran jiran tersebut. Tetapi karena saking malasnya saya, ya akhirnya baru sekarang bisa menuliskannya, mumpung sisa - sisa ingatan itu masih menempel di otak.

Rencana Keberangkatan
Awal tahun 2018 seorang teman mengajak untuk jalan - jalan ke malaysia karena ada promo dari sebuah maskapai LCC terbesar se-Asean (baca: Air Asia) untuk keberangkatan bulan mei. Waktu itu saya belum punya paspor tetapi saya mengiyakan saja untuk ikut. Akhirnya tiket telah diperoleh. Kemudian dengan berbekal informasi dari google, saya mengajukan pembuatan paspor di kantor imigrasi dan pasporpun jadi seminggu kemudian.

Singkat cerita, waktu telah berlalu sampai pada bulan mei, pertengahan bulan tepatnya. Kabar kurang mengenakkan datang. Teman saya dilarang berangkat karena cuma berdua, apalagi bukan muhrim. Ahirnya dia membatalkan keberangkatannya. Saya sempat bimbang untuk melanjutkan perjalanan sendiri. Namun, karena ini adalah kesempatan bisa jalan - jalan ke luar negeri dan ditambah lagi waktu itu saya pada masa transisi perpindahan dari perusahaan lama ke perusahaan baru, jadi ada waktu jadi pengangguran selama minggu, akhirnya saya putuskan untuk berangkat.

Semua informasi tentang traveling ke Malaysia saya cari di google. Mulai dari makanan, penginapan, transportasi hingga tempat - tempat menarik saya cermati. Tidak sampai disitu, saya persiapkan juga offline maps dari google maps karena pasti di sana operator seluler saya tidak aktif. kalaupun aktif pasti ke roaming internasional.

Itenari saya persiapkan mulai dari berangkat sampai pulang kembali ke Indonesia. Dari itenari yang saya buat, saya hanya menginap satu malam saja di hotel, sisanya saya menginap di bandara KLIA 2 dan makan mencari buka puasa di masjid.

Tidak lupa, terakhir yang saya persiapkan adalah menukarkan rupiah dengan ringgit. Awalnya saya berencana menukarkannya ketika sudah sampai di Malaysia, namun ada yang menyarankan untuk menukarkanya sebelum berangkat. Selain nanti ribet, katanya beli ringgit lebih murah disini daripada harus menukarkan di bandara. Akhirnya saran itu lakukan dengan menukarkan sejumlah 2juta rupiah. Sedih rasanya ketika menukarkan 2juta rupiah menjadi hanya sekitar 660 ringgit Malaysia, betapa murahnya nilai rupiah kita.

Berangkat Kita
Terik siang pada hari ke 26 bulan mei menemani saya nggojek ke terminal Kayu Ringin, kota Bekasi. Hari itu bertepatan dengan sepertiga pertama bulan ramadhan. Sampai terminal Kayu Ringin keringat mulai bercucuran dan yang pasti tenggorokan terasa kering. tak usah menunggu lama, saya langsung menuju loket pembelian tiket damri ke bandara Soetta. Setelah dapat tiket saya langsung masuk ke dalam bus, untuk bisa ngadem. Tak berapa lama bus pun berangkat.

Bus perlahan merayap memasuki toll, perlahan pula saya mulai tertidur. Entah berapa lama saya tertidur, sopir bus damri teriak "Terminal tiga terminal tiga". Saya langsung turun di terminal tiga. Baru kali ini saya menginjakkan kaki di terminal 3 Soekarno-Hatta International Airport (SHIA) ini. Biasanya ya kalo buka di terminal 1 ya terminal dua. Memang Terminal 3 dikhususkan untuk penerbangan internasional dan Garuda Indonesia saja.

Penampakan Terminal 3 SHIA
Dari tempat menurunkan penumpang bus damri ke counter check ini lumayan jauh. Sempat muter - muter juga untuk menuju ke counter check in Air Asia. Urusan check in kelar dan selanjutnya mampir dulu ke bagian imigrasi sebelum menuju ke ruang tunggu. Sempat diketawain sama petugas imigrasi, "Jalan - jalan kok sendirian mas" sambili menstempel paspor saya. Karena penempatan pesawat Air Asia berada di ujung, perlu tambahan effort untuk jalan ke ruang tunggu.

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya saya sampai ruang tunggu keberangkatan. Sampai disitu saya melupakan sesuatu, yaitu saya belum mempersiapkan apapun untuk buka puasa, walaupun hanya sekedar minum dan waktu sudah mendekati magrib. Clingak - clinguk kanan kiri kok tak ada satupun penjual makanan atau minuman. Tetapi pengelola bandara cukup baik, mereka ternyata telah menyediakan vending machine untuk membeli minuman. Dengan santai saya menuju vending machine tersebut. Eh, ada orang china (ini beneran dari negara china loh, bukan rasis) yang gak bisa mengoperasikan alat ini. Tanpa bicara apapun dia minta tolong saya untuk mengoperasikannya dengan meyodorkan uang 2ribuan. Saya bilang kalau uangnya itu kurang karena harga rata - rata di atas 5ribuan. Tetapi dia rupanya tidak mengerti apa yang saya katakan dalam bahasa indonesia maupun bahasa inggris. Dalam situasi seperti ini bahasa tubuh menjadi bahasa universal untuk berkomunikasi. Saya lambaikan tangan ke dia dan Alhamdulillah dia mengerti dan mengeluarkan uang 10ribuan. Urusan daia kelar, dan saya juga bisa segera mendapatkan minuman untuk buka puasa. 

Setengah jam setelah sholat magrib pemberitahuan boarding pesawat saya telah diumumkan. Para penumpang mulai masuk dan duduk di tempat masing - masing. Di dalam pesawat, rasanya ingin segera sampai agar dapat segera untuk makan, karena saya buka puasa hanya dengan minuman dari vending machine tadi.

Pesawat perlahan mulai menurunkan ketinggian. Tidak seperti ketika di Jakarta atau Surabaya yang disekitar bandara terlihat gemerlap lampu rumah dan jalan, sekitar bandara Kuala Lumpur International Airport (KLIA) terlihat gelap. Hanya bandara saja yang terlihat bercahaya. Ternyata, setelah saya tahu, KLIA ini dikelilingi oleh kebun sawit, pantas saja gelap. 

Keluar pesawat, saya berjalan menuju imigras untuk menunjukkan paspor saya. Setelah saya difoto dan paspor saya distempel oleh petugas imigrasi seakan ada yang berbisik "Welcome to Malaysia". Agak lebay sih, tapi dengan saya difoto dan paspor saya distempel artinya saya telah resmi masuk ke negara lain dengan legal. Dengan itu pula saya telah resmi menginjakkan kaki ke luar negeri.
Selamat datang ke Malaysia

Konsep bandara ini cukup unik, setelah keluar dari bagian imigrasi orang akan langsung masuk ke dalam mall, Gateway@KLIA namanya. Menurut informasi yang saya peroleh dari blog para traveller Mall ini ramah dengan dengan traveller sehingga anda bisa ngemper tiduran di mall ini. Benar saja, di sebuah toko yang sudah ditutup sudah ada aja orang yang tidur disitu. Target pertama saya setelah sampai adalah mencari makan karena saya belum makan nasi.

Akses wifi disini cukup bagus. Tinggal konekan smartphone ke wifi dengan nama gateway@klia2 kita sudah bisa internetan sepuasnya, dengan syarat memasukkan informasi seperti nama, alamat e-mail dan asal negara saja. tetapi kita harus log in lagi ketika sudah tiga puluh menit.

Dengan berbekal koneksi internet tersebut, saya mencoba untuk membuka online maps mall ini dan mencari lokasi tempat jual makanan yang sekiranya sesuai dengan selera saya. Setelah browsing - brewsing dapatlah tempat yang tak asing, yaitu KFC. Tetapi ternayata saya salah, nasi KFC yang ada disini sedikit berbeda dengan yang ada di Indonesia, nasi disini ditaruh di mika plastik, ada sendoknya dan nasinya sedikit berlemak. Berbeda dengan KFC yang ada di Indonesia yang nasinya dibungkus kertas plastik. Sausnya pun sedikit berbeda pula rasanya. Karena saya sangat lapar, hal seperti itu tidak jadi masalah. Inilah yang disebut dengan perjalanan, mencoba apapun yang ada di tempat lain.

Perut telah terisi, waktunya berburu tempat tidur dan hal yang lebih urgent lagi, colokan. Keliling mall ini naik turun akhirnya saya menemukan colokan dan sudah banyak orang yang menyerbunya. Untungnya masih ada beberapa colokan yang belum bertuan, hingga akhirnya bisa saya manfaatkan untuk menyambung nyawa smartphone saya. Sembari ngecharge, saya mulai tertidur hingga akhirnya ada seorang laki - laki bertanya kepada saya kenapa dia tidak bisa internetan. Saya jelaskan untuk log in dengan memasukkan data - data yang diminta akhirnya dia bisa internetan. Dari hal itu saya ketahui bahwa dia berasal dari mesir dan akan pergi ke jakarta, untuk menemui istrinya.

Kantuk tidak dapat dihindari, akhirnya beberapa saat kemudian saya tumbang di tempat charging. Saya terbangun ketika alarm untuk sahur di smartphone saya bunyi. Saya keliling lagi untuk mencari makanan apa yang kira - kira bisa buat sahur dan cukup kenyang pastinya. Tak perlu lama - lama saya akhirnya memutuskan untuk makan fried chicken juga, tapi bukan KFC.

Pagi sudah datang, saya harus menuju stasiun bandara untuk melanjutkan perjalanan saya ke Putra Jaya, pusat administrasi negara Malaysia. Di stasiun ini ada pilihan kereta, yaitu KLIA express dan KLIA Transit. Kalau KLIA Express kereta tidak akan berhenti sampai di stasiun KL Sentral, sedangkan KLIA Transit akan berhenti di beberapa stasiun termasuk stasiun putra jaya. Karena menurut itenari yang saya buat saya harus mampir ke Putra Jaya, saya putuskan untuk membeli tiket KLIA Transit.
Penampakan di dalam KLIA Transit

Bandara KLIA & KLIA 2 berjarak sekitar 60 Km dari pusat kota Kuala Lumpur, sedangkan Putra Jaya berada di tengah - tengah di antara keduanya. Perjalanan dari KLIA ke Putra Jaya hanya disuguhi pemandangan kebun sawit, cukup menjemukan.
Pemandangan di luar kereta
Sekitar 20 menitan, akhirnya kereta sampai di stasiun Putra Jaya. Stasiun ini juga sebagai terminal bus yang melayani ke banyak tujuan. Di tempat ini pula bus Putrajaya Sightseeing bermarkas. Yang menarik dari tempat ini adalah, sangat sepi walaupun ini sebagai tempat transit kereta dan bus ke banyak tempat. Tidak seperti di Indonesia yang nanaya terminal dan stasiun pasti rame. Lha ini keduanya digabung tetap saja sepi. Menariknya lagi, bus - bus taidak ngetem lama - lama untuk menunggu penumpang, kalau jadwalnya berangkat ya berangkat.
Stasiun

Terminal

Terminal

Terminal

Yang cukup lama untuk ditunggu keberangkatannya adalah bus seightseeing itu sendiri yang jam 10 waktu setempat baru berangkat. Untuk diketahui, di Malaysia menggunakan waktu GMT+8 seperti waktu Indonesia tengah. Selama menunggu hampir dua jam, saya habiskan waktu untuk browsing, kebetulan wifi disini open dan cukup cepat. 
Bus Seightseeing
Dengan bus ini, traveller diajak tour ke beberapa tempat menarik di kota Putra Jaya ini seperti kantor perdana menteri, rumah dinas perdana menteri, masjid putra, putra jaya international convention center dan lain sebagainya. Sayangnya, karena ramadhan, beberapa tempat tidak dikunjungi. Sayangnya lagi, biaya untuk seightseeing ini tidak turun, tetap 50RM.
Rute Seighseeing

Saya tertarik untuk mengunjungi Putra Jaya ini karena kota ini sebagai pusat administrasi pemerintahan. Uniknya walaupun sebagai pusat administrasi pemerintahan, Putra jaya tidak dijadikan ibu kota. Ibu kota tetap di Kuala Lumpur. Mulai dari kantor Perdana menteri sampai kementerian ada di kota ini.
Di dalam bus Seightseeing

Salah satu sudut kota Putra Jaya

Masjid Putra dari kejauhan

Salah satu sudut kota

Masjid putra

Masjid Putra

Masjid Putra

Masjid Putra

Kantor Perdana Menteri

Kantor Perdana Menteri

Rumah dinas Perdana Menteri

View dari Putra jaya Convention Center

Putra Jaya Convention Center

Jalanan Sepi

Jalanan Sepi

Salah Satu danau di Putra Jaya
Kesan yang saya dapat setelah berkunjung ke kota Putra Jaya ini adalah kotanya sepi. Jelas saja, kota ini dibangun baru tahun 1995 untuk menggantikan Kuala Lumpur sebagai pusat administrasi pemerintahan. Selain itu kota ini juga untuk pamer sepertinya. Banyak orang datang kesini hanya untuk dipameri saja. Kesan lain adalah kota ini seperti kota mati, tak ada keramaian di sana sini, bahkan untuk sekedar minimarket tidak terlihat sama sekali di jalanan utama.

Setelah dari sini, bus kembali ke pool dan kemudian saya melanjutkan perjalanan ke KL dengan menggunakan KLIA Transit. Dari Putra Jaya ke KL pemandangan mulai berubah, tidak ada kebun sawit, yang ada adalah kebun gedung - gedung bertingkat, yang pasti icon KL yaitu menara kembar Petronas mulai nampak.
KL dari kejauhan
Sesampainya di KL sentral, sesuatu yang cukup menarik adalah kemudahan informasi papan penunjuk arah untuk kita mau naik moda tranportasi mana lagi. Dari KL sentral saya naik LRT untuk menuju stasiun masjid Jamek. Saya menuju ke stasiun masjid Jamek karena hotel yang saya booking sebelumnya dekat dengan stasiun ini. Tak perlu waktu lama, saya sudah mendapatkan tiket untuk ke stasiun LRT masjid Jamek.

Bermodalkan Maps Offline yang telah saya download sebelumnya waktu masih di indonesia, saya berjalan menuju hotel. Ternyata hotel yang saya pesan dekat dengan little india, disitu banyak tercium bau rempah khas india.
Stasiun LRT
Sampai di hotel akhirnya saya bisa mandi setelah 24 jam lebih tidak mandi. Beres mandi dan sholat akhirnya saya bisa merasakan empuknya kasur setelah semalaman tidur beralaskan lantai. Menjelang buka puasa, saya menuju ke Masjid Jamek untuk berburu takjil dan buka puasa gratis, maklum sebagai musafir harus pandai - pandai memanfaatkan momen. 
Masjid Jamek

Menu Buka puasa

Para pencari takjil

Di dalam masjid Jamek

Prasasti di masjid jamek
Buka puasa dan sholat magrib telah selesai dilaksanakan, ke KL kurang afdol rasanya kalau tidak mengunjungi tempat paling iconik di KL, Petronas Twin Tower. berbekal informasi yang telah saya kumpulkan secara matang, tidak perlu nyasar untuk menjangkaunya. Papan informasi di stasiun dan di dalam kereta juga cukup jelas.
Papan Petunjuk di stasiun

Suasana di stasiun

Tidak ada yang terlalu spesial sebenarnya disini, hanya sebuah mall dan kantor petronas. Di depannya ada dancing water saja.
Petronas Twin Tower

Water Dance

Water Dance
Karena suasana yang cuma seperti itu, saya putuskan untuk kembali ke hotel dan istirahat. Sebelum kembali ke hotel saya sudah survey ke mana nanti akan sahur, dan di dekat hotel ada outlet KFC, Mc.D dan A&W, jadi saya rasa aman untuk mencari kebutuhan sahur saya nanti.

Alarm telah berbunyi dan saya bersiap untuk keluar beli sahur karena pihak hotel tidak menyediakannya. Setelah keluar, ternyata ketiga tempat yang saya incar untuk beli sahur tutup semua. Satu - satu nya harapan untuk sahur adalah seven eleven. ternyata disitu menyediakan buhun goreng, lumayan bisa buat sahur.

Jam 10 pagi saya check out hotel untuk melanjutkan misi selanjutnya, yaitu menuju merdeka square. Merdeka square ini semacam monas lah kalo di Jakarta. 
Merdeka Square

Tentang Merdeka Square
Jalan kaki di KL ini sangat nyaman. Banyak papan petunjuk untuk para pelancong dengan dua bahasa, yaitu bahasa melayu dan bahasa inggris. Walaupun traveling sendiri dan tanpa tour guide, orang akan mudah menemukan tempat - tempat yang akan mereka kunjungi.

Selain itu, kota KL ini sangat hidup jika dibandingkan dengan kota Putra Jaya. Tetapi kalau dibandingkan dengan Jakarta, tingkat keramaian di KL ini sangat berbeda jauh. Mungkin karena dari jumlah penduduk yang tidak sebanyak jakarta dan didukung pula dengan sistem transportasi publik yang bagus maka dengan seperti itu kotanya terlihat lebih tertib.
Suasana KL

Jalanan KL

Masjid Jamek dari kejauhan

Jalanan KL

Papan petunjuk

Central market

Jalanan yang cukup lengang

Papan petunjuk yang ada di setiap jalan
Dari dataran merdeka saya berjalan menuju ke Centra market atau pasar seni. Disini saya mulai meragukan kemampuan bahasa inggris saya, kenapa pasar seni diartikan central market?
Pasar seni
Di pasar seni ini adalah tempat berburu oleh - oleh di KL. Tetapi dari segi harga kurang bagus. Menurut sumber dari google, kalau mau mencari oleh - oleh datang saja ke Petaling street. Petaling street semcam pecinannya KL. Akhirnya dengan jalan kaki pula saya menuju ke Petaling street.
Pintu masuk Petaling street
Suasana Petaling street.
Oleh - oleh telah didapat di Petaling street ini. Hari masih siang, jam buka puasa masih jauh. Untuk menuju ke tempat wisata lain sudah capek rasanya. Hotelpun sudah tidak punya. Ide cerdaspun terfikirkan. Kembali ke masjid jamek untuk sholat dhuhur dan tidur siang. 

Tidur siang sudah membuat sedikit menambah semangat. Tetapi tujuan lain sudah tidak ada. Saya putuskan untuk menuju masjid Negara Malaysia. Sebenarnya cukup mudah dijangkau dengan LRT, tetapi saya putuskan untuk berjalan kaki saja untuk menuju masjid Negara sambil menikmmati suasana kota ini.

Tak henti kagum dengan penataan kota yang begitu rapi dengan papan petunjuk yang sangat mudah dipahami sehingga mau menuju tempat yang diinginkan tidak akan nyasar bahkan bagi orang yang pertama kali datang ke kota ini seperti saya. Bahkan saya jarang sekali menggunakan aplikasi maps di sini.
Salah satu papan petunjuk di sudut kota
Sampai di masjid Negara tepat ketika adzan Ashar dikumandangkan. Seluruh kegiatan wisata dihentikan. Non muslim yang berkunjung dipersilahkan menunggu di luar sampai sholat selesai. 
Masjid Negara

Serambi masjid Negara

Jam Matahari

Serambi Masjid Negara
Saya sampai adzan magrib disni untuk menunggu pembagian takjil dan sajian buka puasa. Setelah selesai sholat magrib saya berjalan lagi menuju Stasiun Sentral untuk menuju bandara.

Sesampainya di bandara, saya telah mengincar tempat yang bisa dipakai untuk tidur malam ini. kalau malam setelah sampai saya terpaksa harus beralaskan lantai, malam ini saya suah menemukan solusinya. Di ruang tunggu bus, disitu banyak kursi - kursi. Biasanya para traveller memanfaatkan kursi - kursi tersebut untuk tidur. Benar saja, beberapa kursi telah dijadikan base camp sekelompok traveller. Setelah clingak - clinguk kanan kiri akhirnya saya menemukan tempat yang cocok untuk merebahkan badan. Lebih asiknya lagi, di dekat situ ada beberapa minimarket sehingga untuk mencari camilan dan untuk makan sahur tidak perlu jauh - jauh ke mall di atasnya.

Singkat cerita, pagi telah datang. Saya bersiap untuk ke counter check ini untuk penerbangan pulang ke Indonesia, tanpa mandi. Terakhir saya mandi adalah ketika saya di hotel pada hari sebelumnya. Check in, boarding, terbang dan mendarat sampai jakarta tidak ada cerita istimewa. Sampai bagian imigrasi bandara SHIA Terminal 3 paspor diperiksa, dan seakan ada yang berbisik " Selamat pulang ke Indonesia" 

Pulang
Dari terminal 3, saya menuju ke Terminal 1 untuk menuju ke penerbangan berikutnya, Surabaya. Perjalanan ini memang sudah saya persiapkan dengan matang. Setelah dari Malaysia, saya akan langsung pulang ke Blitar tanpa harus ke Bekasi dulu. Karena saya masuk ke perusahaan yang baru munggu depannya. Jadi saya masih punya banyak waktu untuk pulang kampung ke Blitar.

Check in, boarding, take off dari soetta, landing di juanda, naik bis damri ke terminal bungurasih, naik bis ke blitar tanpa ada masalah. Akhirnya saya sampai juga di rumah dengan selamat.

Epilog
Ringgit Malaysia yang saya pegang masih banyak, kalau dihitung - hitung masih sekitar 700 ribu kalau dikonversi ke rupiah. Di Blitar, saya keliling mencari tempat penukaran uang asing. Pada saat menyerahkan uang, tellernya bertanya "Lagi cuti ya mas?" sempat berfikir keras maksud pertanyaannya. Sampai akhirnya saya paham, mungkin dikira saya adalah TKI di Malaysia yang sedang mengambil cuti lebaran.


Artikel menarik lainnya :

Nizar Aditya

About Nizar Aditya

I'm an Engineer, Writer and Dreamer