Monday 4 January 2016

Yang Lebih Melecehkan Al-Qur'an dari Sekedar Menjadikannya Sebuah Terompet

Sudah terlalu sering kita mendengar berita tentang pelecehan Al-Qur'an, mulai dari menaruh Al-Qur'an di toilet, membakarnya dan yang terakhir adalah menjadikan sampul Al-Qur'an sebagai terompet. Yang terakhir ini terjadi menjelang tahun baru 2016 kemarin.

Entah disengaja atau tidak, pembuatan terompet berbahan sampul Al-Qur'an cukup menyita perhatian umat islam di indonesia. Terutama di media sosial.

 Ada dua kemungkinan bagaimana terompet itu bisa berbahan sampul Al-Qur'an. Pertama permbuat membeli kertas kiloan dari percetakan yang membuang hasil cetakan yang salah. Kedua pembuat membeli kiloan di penjual kertas bekas yang menjual apa aja dan salah satunya ada Al-Qur'an.  Kalau dilihat dari banyaknya terompet dengan sampul Al-Qur'an dan cukup seragam, bisa disimpulkan itu kemungkinan pertama. Tetapi tidak menutup kemungkinan bisa saja ada pihak yang sengaja membuat terompet dari kertas yang dicetak seperti sampul Al-Qur'an. Saya tidak mau bersuudzon akan hal itu.

Setelah kejadian itu, umat islam atau hanya islam di ktp nya cukup reaktif mengecam pembuatnya. Ya, tipikal orang indonesia yang selalu reaktif kalau ada kejadian yang tidak biasa. Untungnya reaktifnya hanya di media sosial macam aktivis save - save an dan aktivis anti - antian.

Kalau dilihat lebih jauh, sebenarnya umat islam sendirilah yang melecehkan kitab dan agamanya. Dan hal itu terjadi setiap hari selama bertahun - tahun. Menurut saya lebih menghina dengan cara seperti ini daripada menjadikannya sebuah terompet dan itupun hanya sampulnya. Terlepas sengaja apa tidaknya yang pasti.

Kebanyakan, umat islma hanya menaruh Al-Qur'an nya di suatu tempat di rumahnya sampai berdebu. Apa itu tidak melecehkan kitab suci namanya?

Kalaupun dibaca, kebanyakan dari umat islam hanya membaca arabnya saja secara tartil. Itupun kebanyakan juga masih kurang pas tajwidnya. Bukannya tidak boleh membaca Al-Qur'an arabnya saja. Toh membaca arabnya saja sudah mendapatkan pahala per huruf. Tetapi membaca arabnya ditambah dengan memahami makananya jauh lebih baik dan sangat dianjurkan. Apalah arti Al-Qur'an kalau tidak kita pahami apa yang tertulis di dalamnya. Al-Qur'an bukanlah jimat.

Ironisnya, orang islam di Indonesia selain jarang membaca Al-Qur'an, kebanyakan juga tidak memahami apa yang terkandung dalam Al-Qur'an atau setidaknya berusaha memahaminya. Umat islam di Indonesia yang katanya sebagai negara dengan umat islam di dunia malah jarang menyentuh substansi yang ada di dalam Al-Qur'an. Yang ada hanyalah ikut - ikutan kyai yang belum tentu benar juga atau istilahnya taqlid.

Setidaknya kejadian seperti itu bisa membuat orang islam lebih peduli terhadap kitabnya. Saya harap tidak cuma peduli ketika dilecehkan dan bersikap reaktif, tetapi peduli dengan membaca dan memahaminya sebagai manual book dalam kehidupan. Semoga tulisan ini bisa menjadikan motivasi untuk lebih memahami Al-Qur'an bagi penulis dan pembaca.


Artikel menarik lainnya :

Nizar Aditya

About Nizar Aditya

I'm an Engineer, Writer and Dreamer