Minggu, 06 Desember 2015

Kalau Bisa Jangan Beli Abate Keliling

Musim hujan telah datang. Sudah saatnya kita waspada akan dampak yang ditimbulkan seperti banjir, tanah longsor dan munculnya berbagai penyakit termasuk demam berdarah.

Selain dampak yang ditimbulkan, hujan juga membawa berkah bagi sebagian orang seperti petani dan juga penjual abate keliling.

Saya akan sedikit cerita pengalaman saya beberapa hari yang lalu berkaitan dengan abate.

Pada hari itu, saya sedang sendirian di rumah. Tiba - tiba ada seseorang mengetuk pintu sambil bilang "Assalamu'alaikum" beberapa kali. Kejadian tersebut membuatku terbangun dari tidur siangku. Malasa sebenarnya menjawab salam dan membukakan pintu. Ingin kubiarkan saja pergi tamu itu. Tetapi seakan ada yang mengingatkan bahwa menjawab salam hukumnya wajib, akhirnya saya jawab salam tersebut dan sambil berjalan membukakan pintu tersebut.

Setelah saya membuka pintu, terlihat seorang wanita dengan celana jeans ketat, jilbab ala kadarnya dan kaos ketat atau yang pupuler disebut dengan jilboobs. Tak sempat saya persilahkan duduk, dia langsung saja nyerocos menjelaskan bahayanya demam berdarah, kaki gajah dan apapun yang berkaitan dengan nyamuk. Sudah bisa ditebak, endingnya dia jualan abate, obat pengusir larva nyamuk yang ditaruh di bak mandi atau apapun tempat menampung air.
Abate yang ditawarkan
Tahu seperti itu, saya langsung menolak halus. Saya tidak mau membeli karena biasanya om saya yang bekerja puskesmas selalu membawakan abate ketika musim hujan datang. Tak diduga, mbak - mbak jilboobs tersebut memekikkan kata "Astaghfirullahaladzim". Mendengar itu, saya langsung berfikir, salah apa saya? Dosa apa yang telah saya perbuat? Apakah menolak membeli abate adalah sebuah dosa? Seingat saya, MUI juga belum pernah memfatwakan haram menolak membeli abate.

Masih belum faham dosa apa yang telah saya perbuat, mbak - mbak itu kemudian membuka map yang berisi surat tugas dari dinas kesehatan katanya. Sampai disini saya menyerah. Saya tidak bisa mendebat lagi. Dikatakan saya wajib membeli satu bungkus abate yang berharga Rp 2500 minimal satu bungkus untuk pemerataan. Sebagai orang awam, saya juga tidak bisa membuktikan apakah surat dari dinkes tersebut asli atau palsu.

Akhirnya dengan terpaksa dan tak mau memperpanjang masalah, saya membeli satu bungkus abate. Sebagai pengangguran, uang Rp 2500 terasa berat. Uang segitu bisa untuk nongkrong di warkop seharian untuk ngopi dan sok - sok an ngomongin politik tai kucing itu.

Sebenarnya, saya tidak percaya dengan mbak - mbak itu. Masak orang petugas dinkes mengenakan pakaian seperti itu, tanpa tanda pengenal pula. Ah, mungkin saja sengaja disembunyikan agar saya berkenalan dengannya sekaligus minta pin BB nya, mungkin loh ya. Selain itu, kalau memang benar dari dinkes, kenapa tidak dari awal saja bilang dan menunjukkan surat tugasnya? Dan apakah obat buat masyarakat harus dikomersilkan seperti itu? Terus maksud dari uang pemerataan itu yang saya tidak pahami sampai sekarang. 

Tak berapa lama setelah mbak - mbak itu pergi, ibu saya pulang. Saya ceritakan kejadian itu. Kemudian ibuku cerita kalau beberapa hari sebelumnya ibuku baru saja dari puskesmas, tetapi bukan puskesmas tempat om saya bekerja. Di sana, ibuku meminta abate. Oleh petugas puskesmas, ibuku dikasih banyak abate sebanyak tas kresek kecil. Di dalam kresek itu, telah bungkusi kecil - kecil. Petugas puskesmas itu berpesan pada ibu saya bahwa bungkusan tersebut disuruh membagikan ke tetangga - tetangga. Itu semua gratis, tanpa ada biaya apapun.
Abate dari puskesmas
Perbandingan isi abate dari puskesmas dan yang dijual keliling
Mendengar cerita ibuku tersebut, sakitnya tuh disini (sambil menunjuk ulu hati). Bukan karena telah kehilangan Rp 2500 yang bisa buat ngopi di warkop, tetapi karena saya merasa ditipu.

Dari cerita itu, kita bisa mengambil pelajaran. Kalau ada orang keliling menawarkan abate, lebih baik anda tolak. Menurut saya, itu merupakan penipuan. Karena sebenarnya abate itu gratis jika mau minta ke puskesmas.

Semoga bermanfaat.


Artikel menarik lainnya :

Nizar Aditya

About Nizar Aditya

I'm an Engineer, Writer and Dreamer

2 comments

Write comments