Sabtu, 24 Oktober 2015

Bukan Pahlawan Part 2 : Layar Jendela

Hari sudah mulai gelap. Kopi item yang dihidangkan cak Imron juga tinggal ampasnya. Tak ada lagi alasan kenapa aku harus berlama - lama di warkop cak Imron ini.

"kopi item satu, gorengan tiga sama kacang dua. Berapa cak?" 

Cak imron memencet sebuah kotak berwarna coklat sebesar laptop dan juga memiliki layar. Tak lama kemudian layar menunjukkan nominal "Rp 10" berwarna merah, itu berarti aku harus membayar sebesar sepuluh rupiah. Kemudian di bawah layar ada gambar tangan bertuliskan tempel tangan anda disini dan tangaku aku tempelkan sekitar tiga detik sampai nominal yang harus dibayarkan berubah menjadi warna hijau dan dibawahnya ada tulisan "telah dibayar". Bersamaan dengan itu smartphone bergetar tanda struk pembayaran sudah dikirimkan.

Usai membayar aku langsung cabut dan berjalan menuju stasiun yang berjarak tak lebih dari 200 meter dari kantor. Sama seperti di warkop tadi, di stasiun ini di setiap gate terdapat tanda tangan untuk menempelkan tangan. Kalau buat masuk, itu artinya anda inisiasi berangkat dari stasiun itu. Kemudian dihitung total panjang perjalanannya dari stasiun ke stasiun. Cukup murah biaya perjalanan dengan kereta ini, cuma setengah rupiah per kilometer. Ketika keluar tangan harus ditempelkan lagi agar gate terbuka. Seperti di warkop juga, ketika tangan ditempelkan sebagai tanda bayar sebuah pesan berisi struk akan terkirim ke ponsel juga.

Apartemenku terletak tak jauh dari sini. Untuk masuk ke kamar, tidak lagi dibutuhkan kunci, tangan kita sangatlah fungsional. Ya, seperti yang saya lakukan di warkop dan stasiun, cukup menempelkan tangan di reader pembaca tangan yang umumnya bergambar tangan. Tidak harus tangan, di beberapa tempat seperti supermarket menggunakan jari sebagai alat pembayaran, ibu jari biasanya. Lain halnya dengan bandara, selain untuk metal detector, alat itu sudah dilengkapi reader, reader untuk tiket, bukan untuk uang seperti di tempat - tempat tadi.

Aku masuk ke ruang apartemenku yang tidak bisa dibilang luas. Aku memang mencari apartemen yang tidak begitu luas karena aku terlalu malas untuk membersihkan. Sepertinya aku harus mandi sebelum melakukan agendaku tiap malam, streaming film.

************

Segar rasanya mandi stelah seharian kerja. Emmm, maksudku di kantor, tidak bekerja. Saatnya nonton movie. 

Saat ini, dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak perlu lagi menggunakan Compact Disk untuk menonton film. Tidak pula harus mendownload sebelum ditonton. Sambungan internet telah terbangun di seluruh pelosok negeri. Untuk mendapatkan layanannya pun tidak dikenakan biaya sama sekali. Sehinngga untuk menikmati film dengan resolusi Ultra High Definition tidak menimbulkan masalah.Satu - satunya masalah ketika menonton film adalah ketika kredit di MoviePayer telah habis, karena tanpa MoviePayer film tak akan bisa ditampilkan.

MoviePayer, ya, saya tidak salah sebut. Ini adalah akun layanan kredit untuk menonton film secara online. Layanan ini untuk memfasilitasi orang - orang yang tidak sempat nonton film di bioskop. Harga per Film pun sama dengan yang ada di bioskop, cuma untuk menonton film secara premier tidak bisa. Biasanya film akan dirilis di Bioskop Online ini satu minggu setelah rilis di bioskop konvensional.

Aku menonton Film ini dengan menatap kaca jendela kamarku. Ya, jendela. Bukankah semua orang kini telah menikmati menonton film dengan cara seperti ini? Berkembangnya Nano Teknologi di era ini telah menjadikan kaca jendela bisa dipakai untuk dijadikan sebagai layar monitor.

Satu movie telah selesai. Cacing di perut sepertinya sudah protes untuk segera dikasih makan. Tetapi malas sekali rasanya untuk keluar. Mending aku buat saja mie instan. Kubuka lemari ternyata persediaan mie instantku sudah habis. Perut semakin lapar dan aku semakin malas pula untuk keluar. Terpaksa aku menhubungi makanan cepat saji untuk memesan makan malam.

Aku membuka website makanan cepat saji di layar besar jendela kamarku, Warteg Online delivery order telah menjadi hal biasa sekarang. Cara pemesanan cukup mudah, tinggal sentuh saja lauk yang diinginkan. Setelh dikonfirmasi menu yang kita inginkan, saatnya melakukan pembayaran. Komputer jaman sekarang selalu memiliki benda yang terdapat di warkop cak Imron dan gate pintu masuk. 

pembayaran dilakukan dengan menemepelkan tangan ke reader yang berbentuk kotak yang mempunyai tempat menempelkan tangan dan terhubung dengan komputer. Dengan cara tersebut, Kredit e-wallet ku berkurang sesuai dengan nominal pembayaran warteg. 

Tanda telah dibayar sudah muncul di layar. Sekali lagi, struk pembelian maakan dari warteg terkirim ke smartphone ku. 

Belum sempat meletakkan smartphone setelah melihat struk tanda pembelian, ada suara laram khas warteg dari luar jendela. Wah cepat sekali pikirku. Kubaka jendala kamar dengan menekan slah satu tombol di keyboard. Benar saja, Drone pengantar makanan dari warteg telah terbang di luar jendela. 

Drone masuk kedalam ruangan setelah jendela terbuka lebar. Berputar mengelilingi ruang untuk mencari tempat untuk meletakkan pesanan. Saat melintas di atas meja kecil di pojok ruangan, drone terbang lebih rendah kemudian meletakkan pesanan  di atas meja tersebut. Tanpa permisi drone langsung keluar setelah pesanan berhasil diletakkan di ats meja. Mirip jelangkung memang, datang tak dijemput, pulang tak diantar.

Langsung kusambar bungkusan yang terletak di meja tadi. Sudah lapar banget soalnya. Tempe orek dan telur dadar kusantap menemani nasi punel buatan warteg, nikmat sekali.Tak ketinggalan, sambel selalu tak boleh ketinggalan. Seperti tidak makan soalnya kalau makan tanpa sambel. Kurang mantap.

Satu porsi besar menu warteg telah berpindah dari bungkusan ke dalam lambung untuk dilumatkan. Tak usah dipikirkan bagaimana sang lambung melumatnya. Saatnya menonton film yang kedua.

Sebenarnya sekarang jam di layar monitor jendela sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Biasanya, aku sudah siap - siap untuk tidur jam segini asupaya bisa bangun pagi dan berangat ke kantor lebih awal. Biasa, kalau agak siangan sedikit bisa telat masuk kantor. Sudah kuputuskan aku besok akan menlatkan diri, jadi gak masalah kalau besok bangun kesiangan dan telat masuk kantor.

Seru banget film ini sebenarnya, tetapi entah kenapa kelopak mata atas dan bawah selalu ingin melekat satu sama lain. Apa mungkin karena tak terbiasa tidur jam segini? entahlah, kunikmati saja film ini dengan setengah terpejam.


Artikel menarik lainnya :

Nizar Aditya

About Nizar Aditya

I'm an Engineer, Writer and Dreamer