Mentari menjelang sore terlihat muram dan diselimuti awan, sama seperti diriku yang sedang muram diselimuti dengan kegelisahan. Kegelisahan ini hampir tiap hari menghampiriku kecuali saat weekend dan tanggal gajian. Karena itulah aku berdiri di rooftop gedung katorku yang berlanti 21 ini untuk mengusir kegelisahan, tetapi hal ini ternyata adalah sebuah ide buruk. Bukanya pergi, kegelisahan ini malah mengajak teman-temannya dari golongan kegelisahan masa depan dan kegelisahan masa lalu.
Kegelisahan yang menyelimuti ini adalah berkaitan dengan eksistensiku di kantor ini. Sudah beberapa bulan ini atasan tidak pernah memberikanku tanggung jawab atau sebuah kerjaan, padahal aku tahu saat ini banyak pekerjaan yang ditangani perusahaan, banyak member - member baru yang harusnya kuurus. Awalnya sih memang senang ketika di kantor tidak ada kerjaan, tetapi setelah dua minggu tidak mengerjakan apapun rasanya aneh, apalagi gajiku tidak berkurang sedikitpun, serasa memakan gaji buta. Karena itu aku bisa berdiri di puncak gedung ini di saat jam kerja.
Memang prestasiku di perusahaan ini tergolong karyawan yang kurang berprestasi atau bahkan bisa dibilang tidak berprestasi, tidak menonjol dan biasa saja. Mungkin karena aku yang biasa saja ini atasanku lupa kalau dia mempunyai bawahan yang bernama Arif Kurniawan. Ya, itu adalah namaku, kombinasi nama pasaran di negara ini. Kolaborasi yang pas antara nama pasaran dan kurangnya prestasi ditambah lagi aku yang malas menonjolkan diri menjadikanku dipandang sebelah mata atau malah tidak dipandang sama sekali oleh orang - orang di kantor.
Ada alasan mengapa aku tidak bisa berprestasi di dalam pekerjaanku. Alasan sederhana adalah pekerjaan ini tidak sesuai bidangku. Ehm, maksudku aku tidak bisa menikmati pekerjaan sebagai staff akuntansi. Aku juga tidak tahu apa sebenarnya bidang yang cocok denganku. Dari awal aku hanya menginginkan gaji yang lumayan besar. Beruntung sekali aku diterima perusahaan ini, mempunyai rate gaji tertinggi dari perusahaan lain yang sejenis.
semakin sore sang surya tampak semakin muram seakan menecerminkan apa yang ada pada diriku. Aku sempat berfikir bahwa sebenarnya perusahaan sudah tidak membutuhkanku, namun pihak manajemen masih menunggu aku berbuat kesalahan atau menungguku untuk mengundurkan diri dengan sukarela dari perusahaan ini. Karena kalau perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja diluar kontrak kerja palagi statusnya adalah pegawai tetap di perusaan ini, itu artinya perusahaan harus memberikan pesangon kepada karyawan tersebut. Hal tersebut telah diatur oleh undang - undang negara ini, dan jumlah pesangonnya tidak sedikit untuk perusahaan multinasional seperti perusahaan ini.
Perusahaan harus berfikir dua kali sebelum memberhentikanku. Pertama tidak ada alasan untuk memecatku karena aku tidak pernah berbuat kesalahan sama sekali. Walaupun aku adalah orang yang malas dan tak punya inisiatif dalam mengerjakan pekerjaan di kantor. Yang kedua, walaupun aku malas dan tidak punya inisiatif aku tidak pernah datang terlambat dan seringkali aku adalah orang yang datang pertama di kantor. Hal ini aku lakukan karena aku tidak punya kelebihan sama sekali sehingga aku harus punya sesuatu yang bisa dibanggakan yaitu datang tepat waktu. Baru aku sadar ternyata hal itu sia - sia belaka, perusahaan ini tidak butuh orang yang displin tetapi butuh orang yang enerjik, penuh inisiatif dan menyelesaiakan pekerjaan dengan hasil yang sempurna. Sedangkan suatu pekerjaan yang pernah aku kerjakan seringkali selesai tetapi dengan hasil yang kurang sempurna. Aku berfikir yang penting selesai, tetapi sebuah pekerjaan itui selain selesai, tetapi juga harus rapi. Mungkin itu salah satu alasan kenapa atasan sudah beberapa bulan ini tidak memberikanku pekerjaan sama sekali.
Kulihat jam tangan telah menunjukkan pukul 16.45, saatnya aku bersiap untuk pulang. Beginilah kegiatanku di kantor setiap sore beberapa bulan terakhir ini. Tidak melakukan sesuatu yang produktif dan pulang tepat pada waktunya. Hanya kesendirian yang setia menemaniku setiap hari, semuanya pada sibuk mengerjakan tugasnya masing - masing. Dari lantai 21 ini aku langsung turun ke loby. Tidak perlu mampir ke mejaku karena memang tidak ada yang perlu dibereskan. Komputer cuma aku gunakan buat browsing dan sosial media sesekali, tidak lebih.
Baisanya dari kantor aku langsung pulang, tetapi entah kenapa aku ingin sekali ngopi. Sudah lama sekali aku tidak minum kopi, terakhir minum kopi seingatku ketika suntuk mengerjakan skripsi waktu jadi mahasiswa dulu. Itu terjadi sekitar 5 tahun yang lalu. Mampir sebentar di warkop samping gedung kantor sepertinya bukan ide yang buruk.
Aku sudah akrab dengan bapak penjualnya. Karena tiap siang aku selalu membawa bekalku kesini untuk makan siang. Sama memesan es teh.
"kopi item satu cak" pintaku sambil duduk dan memcomot gorengan di piring
"tumben mas mampir sore - sore gini. Baru kali ini juga mas arif mesan kopi, biasanya juga teh mas" tanya cak imron, nama pemilik warkopnya
"ha ha, sampean gak pernah liat saya ngopi sih. Udah cak buatin aja, saya minum kok nanti"
"iya mas, siap. Bentar ya"
Bukan hanya di kantor hidupku yang biasa - biasa ini, kehidupanku di luar kantor juga biasa - biasa saja dan mudah ditebak. Pantas saja hidupku membosankan gini - gini aka hidupku, datar, tidak ada tantangan. Bahkan cak imron si pemilik warkop bisa menebak keseharianku. Sudah saatnya aku melakukan revolusi terhadap diriku sendiri.
Menelusur sedikit ke belakang, teringat dari SD sampai perguruan tinggi aku memang orang yang biasa - biasa saja. Prestasi akademik yang selalu di pertengahan, tidak paling bagus, juga tidak paling buruk. Tak pernah mendapat predikat siswa atau mahasiswa berprestasi, tapi bukan pula golongan siswa dengan prestasi yang terbelakang. Cuma yang biasa - biasa saja. Begitu pula di organisasi, cukup menjadi pengurus yang pasif tanpa inisiatif. Lebih jauh lagi, ketika mahasiswa aku hanyalah mahasiswa yang kupu - kupu, kuliah pulang - kuliah pulang. Tidak ada hal istimewa yang aku lakukan sebagai mahasiswa selain mengerjakan tugas dan nonton film. Datar banget hidupku selama empat tahun itu.
Ingin rasanya waktu kuputar kembali, mengarungi masa sma yang penuh dengan tawa. Andai diberi kesempatan untuk kembali ke masa itu, tidak akan kusia - siakan masa mudaku hanya untuk bermain - main. Mungkin aku bisa lebih dalam lagi belajar tentang fisika dan matematika. Sepertinya dunia Engineer dan Science sesuai dengan diriku.
Apa daya, untuk daftar perguruan tinggi dengan major engineer dan sciense. Ijasah sma milikku tidak mengijinkanya. Ijasah sma yang kumiliki hanya bisa untuk mengikuti seleksi bidang sosial. Dengan terpaksa aku memilih jurusan akuntansi, dengan alasan yang penting kuliah dulu kalau udah sarjana pekerjaan apapun gampang didapatkan, begitu kata banyak orang.
Memang benar pekerjaan dengan mudah aku dapatkan, bahkan sebelum wisuda aku telah mendapatkan pekerjaan ini. Tahun pertama dan kedua aku merasa bangga bekerja di sini, di perusahaan asuransi multinasional dengan gaji di atas rata - rata. Namun, menginjak tahun kelima ini semakin aku.....
"Hayo, nglamun apa mas?" Tiba - tiba cak imron membuyarkan pengembaraan ingatanku di masa lalu
"enggak cak, cuma mengingat - ingat masa lalu saya cak"
"pacar sampean di masa lalu mas" tanya cak imron penasaran
"ah enggak cak. Bukan masalah cewek kok cak"
"ini kopinya, saya mau buatin kopi buat yang lain dulu. Jangan kebanyakan ngelamun, nanti kesambet"
"Suwun cak"
Seruput demi seruput kopi kunikmati. Setiap mililiter larutan kafein ini seakan melumasi gear - gear otakku yang telah lama berhenti berputar karena terlalu lama otakku tidak dipakai untuk berfikir. Berputarnya mesin di kepala ini memberikan sebuah ide untuk mencoba melakukan hal yang berbeda esok hari. Bolos kerja esok hari, toh di kantor juga tidak diberdayakan sama sekalai. Oh tidak, bukan ide yang bagus. Telat mungkin lebih baik daripada bolos. ya, aku akan menelatkan diri esok hari.